Minggu, 03 Mei 2009
telah dibuka lomba kaligrafi international
The idea of the International Calligraphy Competition was first mentioned in the “Istanbul Declaration on Islamic Arts” issued by the International Symposium on the “Common Principles, Forms and Themes of Islamic Arts” which was organised by the Research Centre for Islamic History, Art and Culture (IRCICA) in April 1983. The masters and lovers of calligraphy attending the symposium considered various aspects of this art and emphasized the role played by calligraphy in unifying different branches of Islamic arts. They also recognized the necessity and usefulness of organising a competition of calligraphy.
THE PURPOSE OF THE COMPETITION
The purpose of this international competition is to revive and encourage the development of “Classical Islamic Calligraphy”. Thus, it aims to encourage artists of Islamic calligraphy to produce works within the framework of the traditional spirit and rules and to protect it from trends which emerged outside of the principles of “Classical Islamic Calligraphy”.
This attempt will provide a common ground to all Muslim calligraphers to exchange their knowledge and approaches, and enable the development of a mutually appreciated artistic taste by Muslims all over the world.
In the spirit to encourage young artists to emulate the examples of the great masters of calligraphy and, at the same time, to commemorate their achievements, the Centre organised the first international competition (1986) in the name of Hamid al-Amidi (1891-1982), the second competition (1989) in the name of Yaqut al-Mustasimi (?-698/1298), the third competition (1992 in the name of Ibn al-Bewwab (?-413/1022), on the occasion of the millenium of his death, the fourth calligraphy competition (1997) in the name of Sheikh
Hamdullah (833/1429-926/1520), the fifth competition (2000) in the name of Sayyid Ibrahim (1897-1994), the sixth competition (2003) in the name of Mir Imad al-Haseni (961- 1024/1554-1615) on the 400th year Hij’ra of his death and the seventh competition (2006) in the name of the Iraqi calligrapher Hāshim Muhammed al-Baghdādī (1335-1393/1917-1973). The Centre is pleased to dedicate the eighth competition to the memory of the renowned Syrian calligrapher Muhammed Badawi al-Dirani (1312-1387/1894-1967).
MUHAMMED BADAWĪ al-DĪRANĪ Calligraphy Competition will be organized according to the following calendar:
01 Announcement of the Competition March 2009
02 Deadline for registration 30 October 2009
03 Deadline for submitting the entries to the Secretariat 28 February 2010
04 Jury meeting April 2010
05 Announcement of the Competition results May 2010
Kamis, 05 Februari 2009
Sanggar Kreativitas Nibroh
Minggu, 01 Februari 2009
Al-Qur'an dan terjemahan bahasa Gorontalo segera diterbitkan
Kerinduan masyarakat Gorontalo akan hadirnya tafsir ( terjemahan ) Al-Quran dalam bahasa Gorontalo nampaknya akan segera terobati. Tidak lama lagi, terjemahan alquran dalam bahasa Gorontalo akan segera dicetak dan disebarluaskan kepada masyarakat. Kepastian ini menyusul pertemuan Wakil Gubernur Gorontalo Ir. Gusnar Ismail, MM dan tim dengan Kepala Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama ( Depag ) RI Prof. Dr. HM Atho Muzhafir.
Dalam pertemuan itu banyak hal yang dikemukakan. Salah satunya alasan mengapa harus ada Alquran dengan terjemahan bahasa Daerah Gorontalo. "Ide ini sangat positif dan bisa dilakukan oleh semua Daerah," kata Kepala Kanlitbandik Depag, Prof Dr HM Atho Muzhafir. Nilai positif dengan gagasan tersebut sebenarnya adalah untuk membumikan Gorontalo, dan ini harus disambut baik.
Wagub Gusnar Ismail bersama Wakil Ketua Deprov Drs. Sun Biki MEc DEv, Karo PP dan Kesra, Ir. Nontje Lakadjo dan anggota tim perumus diantaranya Prof. Dr. Mansyur Pateda, Drs. MN Tuli M.Pd, Drs. Abdul Rahim Puhi, Drs. Moh Bakari dan Drs. Rasin Dama, mengharapkan pihak Badan Litbang Depag mengoreksi keberadaan draft Alquran terjemahan Bahasa Gorontalo. "Ini penting agar tidak terjadi persoalan di lapangan nantinya.
Sebagaimana diketahui penyusunan Alquran terjemahan Bahasa Gorontalo itu sendiri dikerjakan selama 2,4 tahun sejak keluarnya SK Gubernur No 136 / 2006 tertanggal 12 Mei 2006. "Sasaran dari proyek ini adalah untuk membumikan Alquran di mata masyarakat Gorontalo yang memiliki falsafah adat bersendikan syara dan syara bersendikan kitabullah. Karena itu proyek ini dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat seperti organisasi keagamaan, LSM, kelompok masyarakat, Budayawan, kalangan kampus dan sebagainya.
Sumber : Gorontalo Post
Gorontalo Embarkasi Haji Penuh tahun 2010
Target embarkasi haji penuh pada tahun 2010 terus diperjuangkan Pemprov bersama masyarakat Gorontalo. Buktinya, Wakil Gubernur Gorontalo Ir. Gusnar Ismail, MM didampingi Wakil Ketua Deprov Drs. Sun Biki menyempatkan diri untuk bertemu dengan Dirjen Biaya Penyelenggara Ibadah Haji ( BPIH ) Departemen Agama ( Depag ) RI, Drs. Slamet Riyanto di ruang kerjanya.
Dirjen Slamet Riyanto yang didampingi staf BPIH menyampaikan terimakasih kepada masyarakat dan Pemda Gorontalo yang begitu apriasi dan bersemangat melaksanakan embarkasi haji antara yang sudah berlangsung selama dua tahun. "Ini menunjukkan bahwa memang Gorontalo, baik masyarakat maupun pemerintah betul-betul mensukseskan penyelenggaraan haji di daerahnya," kata Slamet. Hanya saja untuk menuju ke embarkasi penuh harus ada aturan maupun prosedur yang harus dipenuhi, diantaranya adalah jumlah jamaah yang ditangani, keberadaan bandara serta asrama haji yang mendukung. "Intinya bahwa semangat saja tidak cukup tanpa dibarengi dengan kelengkapan ketiga point tadi yakni jamaah, asrama dan bandara. Namun demikian kami sangat mendukung dan bahkan segera memprosesnya bila ketiga hal tersebut bisa di realisasikan dengan baik dan secepatnya. Sumber : Gorontalo Post
Senin, 26 Januari 2009
Memoles Wajah Serambi Madinah
Kota Gorontalo sebagai Ibu Kota Provinsi Goronalo saat ini dikenal sebagai Kota Serambi Madinah, sebuah istilah yang begitu luhur namun menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat dan Pemerintah Kota Gorontalo untuk mepertahankan dan meningkatkan citra Kota Gorontalo sebagai serambinya Kota Madinah. Seperti yang telah maklum, Madinah adalah
Kalau ditinjau dari segi bahasa, kata “madinah’ berarti
Untuk mendukung kota Gorontalo sebagai Serambi Madinah paling tidak ada 2 aspek yang perlu dipertimbangkan yakni, nuansa religi yang terasa dalam kehidupan masyarakat Kota Gorontalo serta pemandangan infrastruktur yang dibungkus dengan seni Islam.
Patut disyukuri, semangat Pemerintah Kota Gorontalo yang dinakhodai oleh Bapak H. Adhan Dambea, S.Sos dan H. Feriyanto Mayulu, S.Kom dalam mewujudkan Kota Gorontalo sebagai serambi madinah dengan program-progam yang begitu brillian dan strategis. Diantaranya yang paling menonjol adalah program Kota Gorontalo sebagai Kota Madrasah. Program ini diharapkan dapat menstimulir terciptanya nuansa religi melalui kiprah pemberdayaan Pendidikan Islam dengan segala aspeknya. Mudah-mudahan hal ini dapat berjalan secara langgeng dan terus berkembang di era globalisasi ini.
Dengan berpegang pada falsafah “Adat bersendikan syara' dan syara' bersendikan kitabullah” ciri religius sangat lekat pada masyarakat Gorontalo. Hal ini lebih dipertegas dengan banyaknya simbol-simbol religi yang ditemui di hampir seluruh wilayah Kota Gorontalo seperti keberadaan mesjid dan sarana keagamaan lainnya seperti Taman Pengajian, TK Alquran dan pesantren.
Untuk mempertegas simbol-simbol religi tersebut Sanggar Nibroh Kaligrafi menawarkan suatu ide yang dinamakan Dekorasi Interior Masjid Jami Kecamatan se-Kota Gorontalo, pengerjaan Dekorasi bagian dalam Masjid dengan seni Kaligrafi dan illuminasi Islam pada masjid Jami masing-masing Kecamatan di wilayah Kota Gorontalo. Sebagai induk dari masjid-masjid Jami, alhamdulillah kita telah memiliki Masjid Agung Baiturrahim dengan dekorasi seni kaligrafi dan Illuminasi Islam yang begitu indah. Semoga upaya ini dapat memberikan kontribusi terhadap implementasi Kota Gorontalo sebagai Kota Madrasah yang merupakan langkah strategis menuju terwujudnya Kota Gorontalo Serambi Madinah.
Senin, 19 Januari 2009
Lukisan Kaligrafi Pada Masjid
Lukisan Kaligrafi Pada Masjid
Diterbitkan Nopember 17, 2008 Perjalanan DongengTags: Islam, tanya, masjid, kaligrafi, lukisan
Saat saya lihat sebuah bahasan di televisi tentang pendekorasian masjid dengan lukisan kalifgrafi membuat saya menyadari sesuatu. Sesuatu yang mungkin agak mengganggu bagi saya. Maka saya coba tuliskan saja di blog ini, sekalian minta pendapat para pembaca. Mana tahu ada yang bisa membuat rasa terganggu itu hilang.
Keindahan lukisan kaligrafi yang dibuat pada masjid itu membuktikan bahwa jiwa-jiwa para muslim itu haus akan indahnya kesenian. Jiwa kesenian yang tentu ada sebagai fitrah dalam diri manusia. Jiwa yang menikmati keindahan. Adapun lukisan kaligrafi yang menghias masjid itu memang terasa indah dan pas untuk sebuah masjid. Namun keindahan dari jiwa seni para pelukis itu menjadi terbatas karena hanya di bolehkan untuk melukis kaligrafi.
Bukankah akan lebih indah jika selain kaligrafi, maka dibolehkan juga untuk menghias dengan lukisan lainnya. Lukisan yang dapat membuat kaligrafi itu malah semakin indah. Saya mengacu pada lukisan-lukisan pada gereja yang biasanya dilukis pada kaca. Saya melihat lukisan-lukisan tersebut sangat indah. Seandainya di masjid juga diperkenankan untuk melukis selain kaligrafi maka dapat saya bayangkan betapa indahnya sebuha masjid jadinya.
Saya bayangkan sebuah lukisan di dinding yang memuat segala keindahan dunia ini. Dunia dan isinya yang bertasbih. Tentan anak-anak yang sedang belajar mengaji. Tentang lukisan yang menggambarkan pencerahan-pencerahan yang didapat dari kegiatan di masjid itu. Diselingi dengan ayat-ayat Al Quran dalam bentuk kaligrafi. Sebuah perpaduan yang sangat indah dalam imajinasi saya.
Tapi memang segala sesuatu itu ada hukumnya. Hem… sebenarnya ada larangan resmikah untuk mengambar selain kaligrafi di dinding masjid?